Kamis, 01 September 2011

Catatan mudik yang sesungguhnya

Kemarin setelah mendapat email dari salah satu grup alumni civitas akademika jadi lebih banyak merenung, selama ini sudah hampir setiap tahun tradisi mudik, pulang ke kampung halaman untuk mengunjungi saudara dalam rangka lebaran dilakukan. tetapi yaah..kadang lupa dengan makna mudik yang sesungguhnya untuk kita sebagai manusia yang masih hidup di dunia ini..

Kalau kita mudik, atau mengamati orang yang mudik, mestinya tahu apa yang diperlukan orang mudik. Ya, semua orang mudik pasti perlu bekal. Bagi yang bekalnya berlimpah, mereka bisa mudik dengan banyak pilihan moda transportasi, mulai dari menggunakan mobil pribadi, sewa mobil hingga menggunakan pesawat terbang.
Akan tetapi, bagi mereka yang bekalnya pas-pasan, pilihan penggunaan moda transportasinya terbatas. Biasanya mereka menggunakan bus ekonomi, kereta ekonomi atau sepeda motor sehingga waktu perjalanannya jadi lebih lama. Belum lagi selama perjalanan harus berjibaku dengan kemacetan, panas dan ketidaknyamanan lainnya.
Walhasil, banyak sedikitnya bekal menentukan kenyamanan di perjalanan dan juga kenyamanan setelah sampai kampung halaman.
Nah, untuk mudik yang hanya beberapa hari saja kita memerlukan bekal. Apalagi untuk mudik yang abadi ke kampung akhirat, bekalnya pasti harus lebih banyak dan tidak boleh asal-asalan. Dan, bekal mudik ke kampung akhirat itu hanya iman dan amal soleh.
Sekarang mari coba kita hitung bekal kita, sudah cukupkah untuk menuju kampung akhirat? Modalnya kita hitung dari 3 hal: 
1) Bagaimana hubungan kita dengan diri kita.
2) Bagaimana hubungan kita dengan orang lain, dan
3) Bagaimana hubungan kita dengan Sang Maha Pencipta.

Pertama hubungan kita dengan diri sendiri berkaitan dengan pola pikir, sikap, makanan dan pakaian. Apakah pola pikir dan sikap kita sudah positif, produktif dan kontributif? Jujurkah kita? Punya integritaskah kita? Apakah makanan yang kita makan semuanya halal, bukan berasal dari uang hasil korupsi, bukan dari uang hasil menipu, bukan dari gaji buta? Apakah pakaian yang kita pakai sudah sempurna menutup aurat?

Kedua, bagaimana ketika kita berhubungan dengan orang lain? Apakah kita menjaga kehormatan saudara kita? Apakah kita bersikap baik dengan orang tua kita? Apakah kita menghormati tetangga kita? Apakah kita peduli dengan orang-orang yang hidupnya tertindas? Apakah kita sudah bisa menjadi suri tauladan buat keluarga kita?

Ketiga, bagaimana hubungan kita dengan Allah Sang Maha Pencipta. Apakah kita sering bertamu ke rumah ibadahNya? Apakah kita sudah menjalankan semua perintah dan meninggalkan laranganNya? Apakah kita sering mengingatNya? Apakah kita selalu membawa serta Allah kemanapun dan dimanapun kita berada?

Semoga kita memiliki modal dan bekal yang cukup sejak sekarang. Sebab, mudik lebaran itu waktunya bisa kita tentukan namun mudik ke kampung akhirat bukan kita yang menentukan waktunya. Kapanpun dan dimanapun kita harus selalu menyiapkan bekal yang cukup untuk pulang ke kampung akhirat.
Saudaraku, mudah-mudahan di sisa usia yang entah sampai kapan, Alloh selalu melimpahkan naungan hidayah untuk kita sehingga hari-hari menjelang kepulangan mudik kita kelak dengan segala ikhtiar yang telah kita lakukan Alloh mencukupkan bekal jika harus mudik ke kampung akhirat.

-salam sukses, fastabiqul khairat-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Zona Inspirasi Kompas TV