Kemarin setelah mendapat email dari salah satu grup alumni civitas akademika jadi lebih banyak merenung, selama ini sudah hampir setiap tahun tradisi mudik, pulang ke kampung halaman untuk mengunjungi saudara dalam rangka lebaran dilakukan. tetapi yaah..kadang lupa dengan makna mudik yang sesungguhnya untuk kita sebagai manusia yang masih hidup di dunia ini..
Kalau kita mudik, atau mengamati orang yang mudik,
mestinya tahu apa yang diperlukan orang mudik. Ya, semua orang
mudik pasti perlu bekal. Bagi yang bekalnya berlimpah, mereka bisa mudik
dengan banyak pilihan moda transportasi, mulai dari menggunakan mobil
pribadi, sewa mobil hingga menggunakan pesawat terbang.
Akan tetapi, bagi mereka yang bekalnya pas-pasan, pilihan penggunaan
moda transportasinya terbatas. Biasanya mereka menggunakan bus ekonomi,
kereta ekonomi atau sepeda motor sehingga waktu perjalanannya jadi lebih
lama. Belum lagi selama perjalanan harus berjibaku dengan kemacetan,
panas dan ketidaknyamanan lainnya.
Walhasil, banyak sedikitnya bekal menentukan kenyamanan di perjalanan dan juga kenyamanan setelah sampai kampung halaman.
Nah, untuk mudik yang hanya beberapa hari saja kita memerlukan bekal.
Apalagi untuk mudik yang abadi ke kampung akhirat, bekalnya pasti harus
lebih banyak dan tidak boleh asal-asalan. Dan, bekal mudik ke kampung akhirat itu hanya iman dan amal soleh.
Sekarang mari coba kita hitung bekal kita, sudah cukupkah untuk
menuju kampung akhirat? Modalnya kita hitung dari 3 hal:
1) Bagaimana
hubungan kita dengan diri kita.
2) Bagaimana hubungan kita dengan orang
lain, dan
3) Bagaimana hubungan kita dengan Sang Maha Pencipta.
Pertama hubungan kita dengan diri sendiri berkaitan dengan pola
pikir, sikap, makanan dan pakaian. Apakah pola pikir dan sikap kita
sudah positif, produktif dan kontributif? Jujurkah kita? Punya
integritaskah kita? Apakah makanan yang kita makan semuanya halal, bukan
berasal dari uang hasil korupsi, bukan dari uang hasil menipu, bukan
dari gaji buta? Apakah pakaian yang kita pakai sudah sempurna menutup
aurat?
Kedua, bagaimana ketika kita berhubungan dengan orang lain? Apakah
kita menjaga kehormatan saudara kita? Apakah kita bersikap baik dengan
orang tua kita? Apakah kita menghormati tetangga kita? Apakah kita
peduli dengan orang-orang yang hidupnya tertindas? Apakah kita sudah
bisa menjadi suri tauladan buat keluarga kita?
Ketiga, bagaimana hubungan kita dengan Allah Sang Maha Pencipta.
Apakah kita sering bertamu ke rumah ibadahNya? Apakah kita sudah
menjalankan semua perintah dan meninggalkan laranganNya? Apakah kita
sering mengingatNya? Apakah kita selalu membawa serta Allah kemanapun
dan dimanapun kita berada?
Semoga kita memiliki modal dan bekal yang cukup sejak sekarang.
Sebab, mudik lebaran itu waktunya bisa kita tentukan namun mudik ke
kampung akhirat bukan kita yang menentukan waktunya. Kapanpun dan
dimanapun kita harus selalu menyiapkan bekal yang cukup untuk pulang ke
kampung akhirat.
Saudaraku, mudah-mudahan di sisa usia yang entah sampai kapan, Alloh selalu melimpahkan naungan hidayah untuk kita sehingga hari-hari menjelang kepulangan mudik kita kelak dengan segala ikhtiar yang telah kita lakukan Alloh mencukupkan bekal jika harus mudik ke kampung akhirat.
-salam sukses, fastabiqul khairat-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar